Hak Akses Terhadap Media Sosial
Sumber foto. Google
Memanasnya situasi politik dan masalah keamanan pasca pengumuman hasil Pemilu 2019 menyebabkan pemerintah mengambil langkah tegas untuk membatasi akses terhadap beberapa fitur di media sosial (medsos). Langkah tersebut diberlakukan sementara waktu hingga tensi politik dan keamanan Indonesia kembali tenang. Tujuan utamanya ialah untuk mencegah penyebaran hoaks, hasutan, dan provokasi di masyarakat.Kebebasan Ekspresi
Secara historis, Reformasi 1998 merupakan landasan utama dalam upaya memastikan hak-hak warga negara untuk berekspresi di muka umum. Sehingga muncullah gagasan untuk mengamandemen UUD 1945 dan membentuk UU No 39/1999 tentang HAM yang menjadi kerangka hukum dalam menjamin kebebasan berpendapat dan memperoleh informasi. Perjuangan untuk menempatkan kebebasan berpendapat dalam konstitusi saat itu bukanlah perkara mudah. Ada banyak tetesan keringat dan darah yang berceceran di jalanan. Sehingga implementasi perjuangan tersebut harus dijunjung tinggi, baik oleh pemerintah maupun masyarakat.
Regulasi Medsos
Dalam pandangan realisme hukum atau pemikiran hukum progresif dapat dipahami bahwa hukum selalu berjalan di belakang mengikuti perkembangan masyarakat. Sehingga hukum harus terus berpacu dengan perkembangan dan perilaku manusia. Sementara dalam era globalisasi, masyarakat berkembang dengan sangat cepat dan begitu pesat dalam berperilaku, seperti halnya dalam bermedia sosial.
Medsos sangat berperan penting dalam menggerakkan perubahan masyarakat, sehingga kehadirannya harus diatur sedetail mungkin untuk memastikan tercapainya perbaikan kehidupan sosial dan meminimalisir timbulnya ekses negatif terhadap masyarakat. Karena pada hakikatnya, media merupakan perkara publik dan lingkup kerjanya selalu berada dalam ranah publik (Habermas, 1984).
Selain itu, media sebagai pilar keempat demokrasi memegang peranan vital dalam upaya mematangkan proses demokrasi. Sementara sekarang kita dihadapkan pada kontradiksi media yang cenderung memberi ruang terhadap agenda politis, sehingga berujung pada kemerosotan fungsi sosial media itu sendiri (Schultz, 1998). Maka tidak terlalu berlebihan jika masyarakat lebih percaya atau gemar terhadap penggunaan medsos sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan asupan informasi.
Oleh sebab itu, sangat disesalkan ketika pemerintah secara mendadak harus menonaktifkan sementara akses terhadap media sosial yang merupakan media alternatif masyarakat untuk memperoleh informasi secara berimbang dan mandiri. Walaupun juga harus disadari, informasi yang diperoleh dapat dijamin validitas kebenarannya. Tapi setidaknya masyarakat memiliki second opinion dalam menilai suatu informasi tersebut.
Jika memang harus diatur demikian, setidaknya dasar hukum untuk membatasi akses terhadap penggunaan fitur di medsos tersebut ditegaskan dalam undang-undang secara rigid agar menjadi landasan hukum yang kokoh dalam rangka untuk menjamin penghormatan terhadap kebebasan berekspresi dan memperoleh informasi. Hak dasar tersebut tidak boleh dibatasi hanya oleh peraturan menteri atau oleh undang-undang yang substansinya masih sumir sehingga banyak menimbulkan multi-interpretasi.
Ke depan pemerintah dan DPR harus lebih serius untuk mengatur hal tersebut. Urgensi hadirnya undang-undang yang mengatur dunia maya, khususnya media sosial sebenarnya sudah lama diserukan oleh berbagai pihak. Termasuk oleh bos Facebook Mark Zuckerberg yang mendesak dunia agar memainkan peran yang lebih efektif untuk mengatur lalu lintas dunia maya. Regulasi ini penting untuk membuat semua pihak lebih bertanggung jawab dalam menghadapi kemajuan teknologi.
Kehadiran undang-undang tersebut nantinya juga diharapkan dapat mengatur tindakan pemerintah secara preventif maupun secara represif agar lebih komprehensif dalam mengatur dunia maya. Hal tersebut tentu sangat membantu legitimasi pemerintah dalam upaya untuk mengambil tindakan dalam pembatasan medsos, baik melalui penyempurnaan UU ITE atau membentuk undang-undang khusus media sosial. Beberapa negara sudah menerapkannya, seperti Jerman dan Singapura. Harapannya, undang-undang tersebut membuat masyarakat dapat lebih bertanggung jawab dan pemerintah lebih bijak dalam mengatur media sosial di Indonesia.
Post a Comment