Warga Intan Jaya butuh ketenangan, bukan penambahan pasukan TNI dan Polr
Enarotali,UTBIR.com - Sejak awal 2021 sampai saat ini, Minggu (21/2021), telah terjadi tujuh kali penembakan hingga merenggut nyawa baik TNI, Polri, maupun pihak TPN-PB, serta warga sipil yang ikut menjadi korban. Terbukti tiga warga sipil di antaranya Janius Bagau, Soni Bagau, dan Justinus Bagau diduga meninggal di tangan anggota TNI di Puskemas Bilogai atau UPT RSUD Intan Jaya, pada Senin (15/2/2021), setelah TPN PB melakukan penembakan terhadap seorang prajurit TNI di pos Mamba.
Seminggu sebelumnya, Senin (8/2/2021), TPN-PB juga melakukan penembakan terhadap seorang warga sipil di kampung Bilogai. Atas sejumlah kejadian ini, warga setempat semakin takut dan trauma luar biasa. Ratusan warga mengungsi ke kompleks pastoran Gereja Katolik di daerah Bilogai, Distrik Sugapa, Kabupaten Intan Jaya, sejak Senin (8/2/2021) malam. Hal ini disebabkan serangan TPN-PB yang sudah memasuki Sugapa, ibu kota Intan Jaya.
Selanjutnya, pada Senin (15/2/2021) warga Amaesiga dan Mamba berjumlah 265 orang mengungsi ke gereja Katolik Paroki St Misael Bilogai, selebihnya bertahan di gereja Katolik Stasi Tanah Putih Mamba.
Aita, salah satu warga Intan Jaya yang nama aslinya tidak mau diberitakan mengatakan, atas berbagai konflik bersenjata yang berkepanjangan ini membuat warga Intan Jaya tidak berdaya.
“Kami sangat butuh ketenangan dan kedamaian jiwa, jangan pernah ada kekerasan terhadap kami. Kami hanya warga biasa yang tidak tahu apa-apa. Jangan bikin gerakan tambahan lagi, kami sangat kehilangan segalanya,” ungkapnya ketika dihubungi wartawan Jubi melalui telepon selulernya, Minggu (21/2/2021).
Ia berada di tempat pengungsian gereja Katolik St Misael Bilogai.
Ia menegaskan, Presiden Jokowi, Kepala Kepolisian RI dan Panglima TNI agar jangan menjadikan Intan Jaya sebagai medan peperangan yang akhirnya warga sipil ikut menjadi sasaran.
“Kami minta dengan tegas Presiden Jokowi dan Panglima TNI jangan kirim TNI yang nonorganik. Yang nonorganik ini segera tarik kembali, karena kehadiran mereka ini meresahkan kami masyarakat. Nonorganik masuk Intan Jaya hancurkan segalanya,” katanya.
Sejak pertengahan 2020 lalu warga Distrik Hitadipa juga melakukan pengungsian besar-besaran pasca-ditembaknya Pdt Yeremias Zanambani.
Warga lainnya yang namanya tidak mau disebutkan mengatakan, mereka juga membutuhkan obat-obatan. Pasalnya banyak anak-anak yang berada di pengungsian sedang sakit ringan seperti batuk dan flu.
“Kami juga butuh obat-obatan. Tetapi yang amat kami butuh adalah ketenangan. Kami sakit karena takut dan trauma yang berkepanjangan ini,” ujarnya.
Diakon Yosep Bunai, Pr, salah satu petugas gereja Katolik St Misael Bilogai mengatakan, hingga kini para pengungsi yang dilayani dibagi di beberapa tempat yakni rumah bina, Susteran dan Pastoran.
“Mereka tinggal di tiga tempat, rumah bina, Susteran dan Pastoran. Sampai sekarang ada 265 orang di sini,” kata Bunai lewat telepon selulernya, Minggu (21/2/2021).
Koordinator umum BUK, Tineke Rumkabu mengatakan, pihaknya mendesak Pemerintah NKRI untuk segera membuka akses bagi Tim Kemanusiaan dan Tim Pencari Fakta Independen untuk mengunjungi empat wilayah konflik di Papua yakni Nduga, Intan Jaya, Timika dan Aifat untuk bertemu secara langsung dengan korban dan keluarga korban konflik berkepanjangan ini.
“Kami mengecam dengan tegas segala bentuk pemaksaan dan perampasan tanah adat milik masyarakat adat di Tanah Papua demi kepentingan investasi, dan kepentingan pembangunan markas militer. Kami juga mendesak Presiden Republik Indonesia untuk segera menghentikan penambahan pasukan ke Tanah Papua serta segala bentuk operasi militer yang dilaksanakan dalam rangka melancarkan kepentingan investasi dan keamanan di Tanah Papua,” tegasnya. (Redaksi)
Nonto juga, TNI VS KKB
Post a Comment