ORANG PAPUA DI LARANG SAKIT
ORANG PAPUA DI LARANG SAKIT 🛇 ♿
| Kolonisasi Dalam Dunia Kesehatan | ♿
_____________________________________________
Pasti banyak orang yang akan bingung dan bertanya tentang tema tulisan ini ; Mengapa orang Papua di larang sakit ? Ada apa dengan Rumah Sakit ? Apa dasar masalahnya ? Apa saja yang terkait ? Apakah kita tidak pantas sakit ? Apakah kita harus tetap sehat ? Ataukah tema diatas hanya sekedar opini & framming menyesatkan ? Oke, baiklah ! Mari kita kaji ada apa dibalik semua ini.
Jadi begini :
Rata - rata pemikiran dan pandangan dari hasil data fakta dan juga " tertangkap mata " menyatakan bahwa Papua itu identik dengan kemiskinan, kesenjangan dan ketertinggalan. Bukan hanya soal ini, sebagian besar menganggap Papua belum ada kemajuan kualitas sumber daya manusia di hampir semua bidang. Apa dasarnya yang menyebabkan hal ini terjadi ? Apa mungkin faktornya dari kurang niat dan pesimisme ? Bukan, tapi Sistem ! Sistem kolonialisasi Indonesia yang sedang berlangsung (aktif) di atas tanah Papua.
Apa kongkretnya sistem kolonisasi ?
Sistem yang dengan sengaja dibuat untuk memeras dan menindas hak manusia lain dengan bentuk apapun dalam jumlah banyak dan tanpa henti. Menguras tenaga, memaksa moral, menolak keterbukaan, merampok dan merampas kepemilikan, membunuh mental, memanipulasi jejak, dll. Akibat dari sistem kolonisasi Indonesia yang ada di Papua membuat orang Papua jatuh miskin (moral & materil) diatas tanahnya yang kaya akan sumber daya alam.
Bagaimana memahami jejak simpulnya ?
Ketika kita miskin, pasti tidak punya biaya untuk membeli lebih makan/barang, karena punya keterbatasan dalam hal memenuhi kebutuhan pokok dan pelengkap. Dalam kondisi ini, kita akan berharap dan bergantung kepada negara karena tidak mempunyai dukungan dalam mengembangkan potensi, bakat dan ketrampilan. Subjek (pelaku) yang menguasai negara adalah penguasa (pejabat). Maka, tingkat ketergantungan kita akan diukur lewat seberapa penting kita membutuhkan perbaikan ekonomi, penanganan kesehatan (faskes), perbaikan pendidikan, ketrampilan budaya dan penegakan hukum.
Negara akan menyalurkan semua kebutuhan kita dengan tatapan : " Papua butuh uang yang besar ". Narasinya : Uang untuk membangun, mensejahterakan dan menyelesaikan polemik sosial. Semua tentang Papua di dasari " soal uang ". Namun, selalu saja ada dalil " karena alasan teknis ", maka tidak ada pemerataan/keberpihakan yang di rasakan. Dari sinilah timbul keluhan dan tindakan (reaksi) tentang ketidakadilan. Ketidakadilan yang muncul dari ketimpangan ekonomi akan menyebabkan konflik sosial meningkat seperti kriminalitas, perselisihan, perebutan, kompetisi, penjarahan, dll.
Sebab - sebab diatas menguras energi, mengakibatkan kualitas kondisi tubuh melemah, luka bahkan cacat mulai dari konflik internal berdarah - darah, pengeroyokan, penganiayaan, perkelahian, hamil diluar nikah, prostitusi ilegal, miras tidak terkontrol (brutal), melawan aturan (protol kesehatan & tata hukum), dll. Selain itu, partisipasi & kontribusi dalam membangun hubungan komunikatif (keharmonisan pergaulan) ke sesama, ke wilayah, dan ke negara juga semakin menurun. Ini membuat mental dan fisik menjadi tidak berguna apa - apa. Saat berada dalam situasi seperti ini kita pasti di kategorikan " ORANG SAKIT (sakit mental maupun fisik) ".
Apakah dampak dari sistem diatas terkait juga dengan dunia kesehatan ?
Sangat jelas ada hubungannya. Pelayanan medis rumah sakit sangat dibutuhkan " Orang Sakit " untuk dapat sehat kembali. Tapi, kemiskinan mengingatkan kita bahwa untuk menjadi sehat itu mahal. Mahalnya biaya rumah sakit dan pengobatan membuat rakyat yang miskin dan tertindas di negara ini tidak mampu berobat ke rumah sakit. Pelayanan dan pengurusan medis membutuhkan uang yang nilainya bahkan melebihi pendapatan (pemasukan) pribadi ratusan ribu pasien yang sakit. Nampaknya, kesehatan kini juga sudah menjadi ladang bisnis bagi para pejabat borjuasi & kapital untuk mencari keuntungan tanpa memikirkan rakyat yang kurang mampu (miskin).
Tidak jarang pula pasien berkategori orang miskin di tolak oleh pihak rumah sakit dengan berbagai macam alasan, mulai dari ruangan penuh, dokter tidak ada (keluar/sibuk), obat belum ditemukan, surat tidak lengkap, askes kadaluarsa dan lain sebagainya. Jejak kematian mustahil orang Papua di dalam rumah sakit bukan lagi misteri. Akibat pelayanan medis (rekam medis) dan sarana yang tidak konsisten, seimbang dan memadai. Lantas, untuk apa sumber daya alam Papua di keruk ? Dari Tahun 1967 sampai 2021 belum ada alat canggih medis dan kelengkapan lainnya yang di beli dari hasil keruk emas dengan nilai Jual 774 Juta ton Per - tahun ?
Hitungan kasar saja, kisaran satu bulan misalnya 100 orang Papua yang mati karena sakit, dirumah sakit maupun dirumah tinggal (semua daerah) terhitung dari bayi, balita, remaja, dewasa, lansia (dibawah 60 tahun). Jika 100 orang di kalikan dengan 12 bulan, maka jumlah orang Papua yang mati dalam jangka waktu 1 tahun adalah +1200 orang sakit (terlepas dari yang mati bunuh diri, kecelakaan, pembunuhan langsung, penembakan, bencana alam, tersengat listrik, dll). Apakah tingkat kematian ini pernah di khawatirkan penguasa dan bawahannya ? Atau kematian orang Papua hanya di sungkawa (wujud kepedulian) lewat ungkapan frasa momentum : " Turut Berduka Cita " ?
Runtuhnya integritas sekian banyak rumah sakit di Papua tidak bisa di pungkiri. Kematian mustahil sampai Covid 19 memberi keuntungan bagi penguasa (local maupun nasional), maka semua pasien yang tidak dalam pengawasan keluarga, saudara, teman, orangtua akan di Covidkan (ditetapkan terkena virus corona). Jumlah pasien meningkat, maka kebutuhan penanganan di wilayah itu mendesak meningkat. Data tetap dilaporkan sesuai riwayat kematian (gejalah), dan akhirnya dana operasional di perbesar ke daerah sensitif yang terlapor (apalagi jumlah kematian akibat covid semakin naik).
Mengapa Covid 19 harus masuk ke Indonesia ?
Memahami masuknya Covid ke Indonesia itu simpel saja. Virus corona tidak tersebar secara tidak sengaja. Karena mengapa ? Negara melalui penguasa berhutang ke China atas nama pembangunan nasional & kesejahteraan ekonomi rakyat. Jumlah hutang yang dipinjam, tidak mungkin sama seperti yang akan di kembalikan (karena lama, banyak dan besar). Bagaimana triknya? Ya pastinya yang pertama dilakukan China adalah mengganggu keabsahan kedaulatan NKRI (memancing reaksi) agar rakyat membela penguasa (penghutang) dengan objek pulau Natuna. Ketika penguasa penghutang merasa di bela, tidak akan ada ketakutan untuk melakukan niat selanjutnya.
Ketika Rakyat Papua dan Indonesia sudah menjadi korban hegemoni integritas penguasa, cara yang berikut adalah membiarkan penguasa memberitakan luas (menyebarkan informasi) " penularan virus corona ". Dengan demikian, China akan terus di salahkan sebagai pelaku utama dengan bermacam tuduhan (pendapat). Penguasa tahu, jika Indonesia lockdown, maka China akan semakin dirugikan, misi terancam gagal/ditunda, dan Indonesia tidak akan mendapat kesempatan untuk memasok, membeli dan meminjam dari China lagi. Maka itu yang di lakukan di Indonesia hanyalah pembatasan aktivitas sosial (bukan lockdown/penghentian aktivitas sosial).
Apa tujuan keberadaan Covid 19 di Indonesia ?
Covid sebagai penyakit taktis buatan dengan penyebaran secara ekstral sporadis yang dipakai China untuk menguasai legitimasi kuasa ekonomi dari zona ekonomi dunia. Indonesia masuk daftar hutang, sudah pasti, mau tidak mau, covid akan di sebarkan ke Indonesia. Menguasai ekonomi pendukung (SDA) & terdukung (SDM) di Indonesia merupakan syarat utama membayar hutang ala China yang bergengsi dalam menerapkan strategi kekuasaan dunia modern. Hasilnya, penguasa Indonesia dengan cekatan (terpaksa) menutup hutang dengan mengorbankan dan menekan (menindas) rakyatnya sendiri.
Terlebih khusus lagi di tanah Papua yang biaya protokol, operasional dan medisnya lebih tinggi dibanding provinsi lain di Indonesia. Kebijakan besar negara dalam menghidupkan kembali ekonomi dan pembangunan nasional berdampak buruk bagi kelangsungan hidup. Target penguasa adalah hasil produksi dan pendapatan rakyat (setara wakaf). Dengan menetapkan undang - undang sapu jagat (omnibus law) dan revisi uu Otsus Papua sebagai kebijakan tetap penguasa negara, maka ini memberi angin segar bagi penguasa Indonesia untuk memenuhi syarat membayar hutang China. Tapi sebaliknya merugikan rakyat dan semakin menampilkan sifat penindas berwatak kapitalis.
Ditambah lagi vaksin sinovac yang di ciptakan dan harus disalurkan dengan jumlah gratis yang terbatas (selanjutnya masuk bisnis). Rakyat miskin dijadikan kelinci percobaan dibawah aturan - aturan dan statement yang memaksakan kehendak (membunuh kebebasan). Siapapun yang tidak ikut di vaksin maupun rapid antigen tidak akan melakukan aktivis berlebihan dan perjalanan keluar (naik pesawat, kapal, kereta dan mobil antar wilayah). Makanya Indonesia hanya menerapkan PSBB sebagai tolak ukur kebijakan memutus rantai penyebaran (respon atas dampak covid 19).
Mengapa Covid 19 lebih rentan menyerang manusia dewasa & lansia di Indonesia ?
Negara lain didunia pun sama, rentan terkena virus corona lebih banyak pada usia dewasa & lansia. Khusus Indonesia, jaman klik ini mengisyaratkan banyak kepentingan tersembunyi yang sedang berjalan. Dampak dari jebakan & politik keterikatan China Indonesia diatas sudah tentu ada pada catatan cendikiawan, intelektual, pengamat dan aktivis yang dewasa maupun lansia di Indonesia. Segalah bentuk ilmu dari pengalaman sejarah, religi, dokter, peradaban intrik politik, oposisi, kontroversi, filosofi, otomatis dipegang, dikuasai dan lebih dipahami oleh kisaran (seputaran) orang - orang yang berada diatas usia 50 - an tahun (terutama Papua). Jadi, covid 19 pastinya akan lebih di tujukan kepada mereka.
Urusan domestik (dalam negeri) Indonesia telah di racuni (di intervensi) China. Apalagi kebijakan untuk Papua, akan sangat di dahulukan guna menjaga, memelihara dan menyuburkan teknis pelaksanaan kepentingan elit borjuasi. Jadi tidak mengherankan kalau pemekaran dan Otonomi secara sepihak dipaksakan oleh elit penguasa. Bentuk pembangunan negara kesatuan memang diatur (dikaji) lewat otonom. Memecahkan perasaan senasib dan persatuan rakyat Papua tertindas lewat otonomi merupakan skandal moral kemanusiaan yang masuk sebagai dosa politik elit penguasa Indonesia. Dan tentunya banyak orang Papua yang tidak akan mau terkena dampak arena politisasi ini.
Kesimpulan :
Kita sebagai manusia yang punya nalar akal sehat (logika) harus sanggup memeriksa, menaungi dan mengarungi cakrawala kerakyatan. Terutama rakyat yang tertindas akibat sistem penguasa. Sikap dan pikiran dari kesadaran kritis kita mengalahkan dugaan yang lahir dari premis dan konklusi kesadaran naif atau magis. Dasarnya, kita harus bernalar bahwa kemiskinan itu sengaja di ciptakan yang nantinya menyebabkan kesakitan dan kematian (kepunahan).
Masuknya Covid 19 pastinya menambah beban. Untuk mengantisipasi banyak penularan, kematian dan dampaknya (jika mencintai bangsa) seharusnya Indonesia sudah lockdown tapi anehnya negara sebesar Indonesia tidak punya persiapan. Corona membuktikan dan memperlihatkan bahwa kualitas persaingan ekonomi Indonesia dalam negeri sedang menurun dan sangat buruk. Beban ekonomi meningkat, beban hutang melonjak, segalah kepunyaan rakyat miskin jadi sasaran kesengsaraan.
Kalau covid 19 benar - benar berbahaya, ganas dan menyeramkan, semestinya sepanjang tahun 2020 saat mulai masuk ke Indonesia pemerintah umumkan lockdown. Apakah lockdown setahun Indonesia akan hancur karena ekonomi melemah ? Tidak mungkin ! Jadi ini faktor (ulah) siapa ? Sejak belum ada peradaban modern, saat manusia hanya tinggal dengan busur dan tombak dalam rumah atap bertahun - tahun dengan persediaan makanan seadanya, mereka masih tetap aman dan bisa berkembang biak pula.
Akibat dari pengrusakan alam dan menindas rakyat, ketahanan sumber daya pangan alam dan sumber daya manusia, yang mengakibatkan ketidakseimbang eksistensi alam, maka untuk memenuhi kebutuhan bertahan hidup semakin suram. Perkembangan dasar masyarakat sosial sangat erat dengan hidup berbangsa dan bernegara zaman modern ini. Namun sayang, kritik otoritik yang adalah bagian dari demkorasi telah di bekukan, agar jangan ada lagi pertimbangan, koreksi dan dugaan dalam pembuatan peraturan dan kebijakan baru yang sepihak dari penguasa penguasa penindas di Indonesia.
Untuk Rakyat Papua :
Tolak Otonomi Khusus Jilid 2 buatan Jakarta, tentukan masa depan bangsamu, dan pimpin bangsamu sendiri menurut kehendak Allah, Alam, Adat, Leluhur dan bangsamu !
| Penulis : Rakyat Papua Tertindas |
Nonton Juga:
Post a Comment