Aspirasi Rakyat Papua Untuk Menentukan Nasib Sendiri
JAYAPURA, — Status Otonomi Khusus (Otsus) Papua tidak dapat meredam aspirasi rakyat Papua dalam menentukan nasib sendiri, sebab otsus yang diwacanakan sebagai win-win solution, nyatanya menjadi “otonomi kasus”.
Hal tersebut dikatakan Buchtar Tabuni, Ketua II Legislatif United Liberation Movement for West Papua (ULMWP), saat ditemui suarapapua.com dikediamannya beberapa waktu lalu.
Pada masa orde lama dan orde baru, pemerintah Indonesia mengunakan kekerasan (operasi militer) agar membungkam aspirasi rakyat Papua. Tetapi cara tersebut justru membangkitkan semangat perlawanan rakyat bangsa Papua, dalam menuntut hak politiknya untuk menentukan nasib sendiri.
“Sampai hari ini, rakyat Papua tetap melakukan perlawanan merebut hak politiknya. Saat ini rakyat bangsa Papua kembali konsolidasikan diri dan mengupayakan penyelesaian status politik Papua secara damai, adil dan bermartabat,” katanya.
Otsus lahir hasil kompromi politik elit Papua dan pemerintah Indonesia agar meredam tuntutan murni rakyat Papua untuk memisahkan diri dari NKRI (Merdeka dan berdaulat). Otsus yang diharapkan dapat membawa angin segar dan perubahan politik malahan diplesetkan menjadi otonomi kasus.
“Di era otsus, Presidium Dewan Papua (PDP) gagal dalam mengawal aspirasi politik rakyat Papua setelah wafatnya alm. Theys Hiyo Eluay, PDP kehilangan arah perjuangan. Sehingga lahirlah WPNCL, PNWP, dan NFRPB. Seluruh elemen perjuangan, organ gerakan taktis dan strategis menyatu dan berafiliasi pada masing-masing komponen tersebut,” ujar Buchtar.
Sebagai bentuk penyatuan agenda dan langkah strategis perjuangan menuju penyelesaian konflik status politik bangsa Papua, maka dibentuklah ULMWP sebagai lembaga politik bangsa Papua yang memperjuangkan hak politik bangsa Papua untuk menentukan nasib sendiri. Sebab, kata dia, ULMWP kini diakui secara nasional dan internasional sebagai lembaga representatif politik bangsa Papua yang sudah diterima sebagai anggota pengamat di MSG dan sedang meningkatkan status menuju keanggotaan penuh MSG.
“Pemerintah Indonesia akan memaksakan Otsus Jilid 2 di Papua dengan menggunakan seluruh kekuatan (militer), infrastruktur dan suprastruktur pemerintahan kepala daerah diisi oleh elit Papua, sebagai perpanjangan tangan pemerintah Indonesia di Papua namun komponen rakyat Papua, pemuda dan mahasiswa Papua sudah menyatakan sikap menolak Otsus Jilid II dan menawarkan referendum sebagai solusi bagi bangsa Papua,” tuturnya.
Pada tahun 2020, wacana tentang berakhirnya Otsus menjadi bola liar. Ini merupakan peluang dan tantangan bagi rakyat Papua, karena lahirnya Otsus sebagai kompromi politik elit-elit Papua dan Jakarta dalam menjawab aspirasi rakyat Papua untuk menentukan nasib sendiri, merdeka dan berdaulat dengan kata lain Otsus bukan aspirasi rakyat Papua.
Pasalnya, aspirasi rakyat Papua adalah menentukan nasib sendiri melalui mekanisme referendum. Otsus Papua ada di persimpangan jalan, rakyat Papua mau apa? melanjutkan Otsus jilid II atau menolak dan melakukan referendum di West Papua?
“Sampai kapan pun, aspirasi rakyat Papua untuk merdeka dan berdaulat akan terus meningkat dengan perlawanan yang bermartabat. Otsus tidak akan meredam isu Papua merdeka dari tahun 2001 hingga 2020 ini, jadi biarkan rakyat Papua menemukan hak politiknya mau melanjutkan otsus atau merdeka dan berdaulat di atas tanahnya sendiri West Papua,” tegasnya.
Dalam menanggapi isu pemekaran dan otsus jilid II yang terus bergulir ini, Victor Yeimo, Juru Bicara Internasional KNPB kepada suarapapua.com melalui pesan elektronik, Jumat (18/9/20) mengatakan West Papua akan menjadi ladang eksploitasi Sumber Daya Alam (SDA) secara besar-besaran, karena otsus dan pemekaran akan membuka akses dan memberi jaminan sepenuhnya kepada kapitalis asing dan Indonesia.
“
Akibatnya, masyarakat adat tergusur, termarjgnal, terasing di atas negerinya sendiri,” pungkasnya.
Post a Comment