Sekilas Cerita Tentang Mahi Tuni
Berawal
panggilan Nurani ayahku mengabdi sebagai seorang guru SD di kampung yang terpencil
Semenjak tahun 1982 .
Di kampung terpencil itu adalah kampung Pikpik ,untuk
sampai di kampung ini kita harus berjalan kaki dari kota fakfak melewati gunung ,lembah dan jalan yang terjang
menantang kesabaran agar sampai di kampung pikpik tersebut tahun 1982-2000 an.
Dua puluh
dua tahun bertugas di SD YPK PIKPIK ,suka dan duka terlewati di kampung ini.banyak
sekali cerita indah bersama masyarakat di kampung pikpik.cerita yang melengenda dan benar benar nyata dalam
sebuah kehidupan yang terukir abadi
dalam album kehidupan ini .
Ketika
melihat Mahi Tuni ( Tambako Negeri fakfak ),saya teringat waktu di kampung
Pikpik.saat masih kecil suka menggupas bagian dalam pangdoki . Pangdoki sendiri adalah Daun pohon nipa yang
sudah di jemur kering lalu di patong patong ukuran sebatang rokok.
Mengunakan
bahasa iha fakfak itu pangdoki dan tambakonya itu Mahi. Ketika masyarakat
saling kunjung ke rumah ,yang selalu di sediakan adalah Mahi Tuni dan Mehak
(Rokok dan Kopi).
Keceriaan
terlihat,canda dan tawa menghiasi percakapan pada saat bertamu.mengunakan
bahasa daerah, kekerabatan mereka terjaling erat hingga sekarang.
Masyarakat kampung Pikpik ramah dan berjiwa sosial ,
kebaikan mereka selalu tertanam dalam hidupku.sayapun bersyukur dibesarkan ditenggah
tenggah kehidupan mereka dan belajar
akan hal kebaikan dan saling menghargai sesama. Terima Kasih Nia,Nouw .Nen.tadami herendit kampung pikpik
nen tewet.CS
Post a Comment